“Denis…”
“Enggak masuk bu” ucap Rino—sang ketua
kelas saat bu Dewi sedang mengabsen muridnya.
“Kenapa dia?” Tanya bu Dewi ingin tahu.
“Enggak tau bu sudah 3 hari gak masuk tanpa sebab.”
“Ra, Tolong tanyakan kepada orang rumahnya ya”
suruh bu Dewi.
“Baik bu” jawab Ara nurut.
Setelah bel pulang sekolah berbunyi Ara pun langsung bergegas pulang dan
langsung ke rumah Denis. Selama ini Ara tidak menyadari kalau Denis tidak masuk
sekolah selama tiga hari. Padahal ia satu kelas dengannya.
‘Ting nong….’ Suara bel yang di tekan
berbunyi.
“Iya sebentar” ucap seseorang dari dalam
rumah. Dan tak lama seorang wanita paruh baya keluar. Ia bi Inah.
“Eh non Ara. Ada apa non?” tanyanya
ramah.
“Denis nya ada bi?” Tanya balik Ara.
“Den Denis pamit sama bibi katanya mau
nginep di rumah temennya. Tapi den Denis gak bawa apa-apa non” jelas bi Inah.
“Oh ya udah deh. Makasih bi” pamit
ara dan berlalu pergi untuk mencari Denis di rumah teman-temannya.
Sudah hampir 6 jam Ara berkeliling mencari Denis. Dari mulai menghubungi
teman-temannya dan mengunjungi tempat yang di datangi Denis menurut info
teman-temannya. Namun hasilnya nihil. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk
beristirahat sebentar di sebuah taman—taman yang sering ia kunjungi bersama
Denis semasa SMP dan duduk di salah satu bangku yang tersedia.
Tak jauh dari tempat Ara duduk. Sebuah motor berhenti dan pengendara itu pun
langsung jatuh terkapar di bawah pohon. Menahan sakit, wajahnya terlihat begitu
pucat. Untung saja, di taman ini sepi. Hanya ada beberapa orang yang berlalu
lalang di sekitar taman ini.
Saat Ara mengeluarkan minuman yang ada di dalam tasnya. Tiba-tiba saja ada dua
orang pemuda atau lebih tepatnya dua orang pereman datang menghampirinya.
Awalnya Ara bersikap biasa saja. Tapi saat salah seorang pereman itu duduk di
sebelahnya. Ara pun menjadi waspada dan memutuskan untuk pergi dari situ.
“Eits….. mau kemana sih neng buru-buru
amat?” ucap pereman itu sambil berdiri.
“Iya nih. Udah di sini dulu temenin kita.
Iya gak coy?” ucap pereman yang satunya meminta persetujuan. Sedangkan pereman
itu hanya mengangguk sambil bersedekap dada.
“Maaf mas, saya mau pulang” ucap Ara
sambil berusaha melewati pereman itu. Tapi mereka malah menyuruh Ara untuk
duduk kembali.
“Tolong….. tolong….” Teriak Ara yang
sudah ketakutan karena kedua pereman tadi berusaha mengapitnya.
‘Bugh…. Bugh…. Bugh…’ Tiba-tiba saja ada seseorang yang
mengajar pereman-pereman itu hingga mereka tersungkur di tanah. Ara pun
langsung bersembunyi di balik orang yang menolongnya itu.
“Pergi kalian… atau mau gue hajar lagi?”
ancamnya. Kedua pereman itu akhirnya pergi setelah mukanya babak belur. Orang
yang menolong Ara tadi adalah Denis—orang yang sedang ia cari-cari. Memang tadi
saat Denis sedang menahan sakit atau lebih tepatnya sedang sakau. Ia
mendengar suara seseorang yang ia kenal berteriak meminta tolong. Akhirnya ia
pun mencari sumber suara itu dan mendapati Ara sedang di ganggu oleh dua orang
pereman.
“Ra, kamu gak papa kan?” Tanya Denis
setelah pereman-pereman itu pergi sambil mengguncang-guncang tubuh Ara yang
nampaknya masih ketakutan itu.
“Plaakk!!!” tak di sangka Ara malah
menamparnya.
“Ra…..” penggil Denis lirih. Ia tak
mengerti kenapa Ara malah menamparnya padahal ia sudah menolongnya tadi.
“Kamu itu kenapa sih tiga hari gak masuk.
Handphone kamu gak aktif. Aku tuh khawatir. Dari tadi aku udah muter-muter
nyari kamu dan ternyata kamu ada di sini?” ucap Ara lirih karena menahan
tangisnya. Tiba-tiba saja Denis mendekapnya erat. Membiarkan Ara mengeluarkan
semua emosi terhadap dirinya. Karena Denis tahu, ia sudah membuat Ara khawatir
dan hampir membuat Ara celaka.
Perlahan-lahan isak tangis Ara sudah tidak terdengar lagi. Denis pun
mengendorkan pelukannya agar Ara bisa bernafas lega. Ia pun memegang kedua pundak
Arad an sedikit menunduk untuk bisa meliat wajah Ara yang sedari tadi melihan
kebawah terus.
“Maafin aku ya udah buat kamu khawatir.
Ya udah kita pulang yuk? Nanti aku yang di omelin sama mamah kamu” ucap Denis
mengajak bercanda.
“Biarin aja, nanti aku aduin kamu sama
mamah Risa—mamahnya Ara” ucap Ara sambil menghapus sisa air matanya.
Sejak kejadian itu hubungan mereka kembali seperti dulu. Pergi dan pulang
sekolah mereka selalu bersama. Hampir sebagian hari mereka selalu lakuin bersama.
Tetapi ada sebuah rahasia yang Denis sembunyikan dari Ara sampai saat ini.
‘KRIIIINNGGG!!!!’
Suara bel tanda berakhirnya jam
pelajaran telah berbunyi di seluruh ruang sekolah ini. Murid-murid pun langsung
berhamburan keluar. Begitu juga dengan Denis yang nampaknya sedang
tergesa-gesa, langsung berlari setelah guru yang mengajar di kelasnya keluar.
Ara yang menyadari gerak-gerik aneh Denis langsung mengejarnya. Tapi sayangnya
setelah Ara sampai di parkiran, ia melihat Denis sudah berjalan keluar
gerbang menggunakan motornya. Ia pun memberhentikan sebuah taxi yang kebetulan
lewat di depannya.
Setelah cukup jauh dari sekolah. Denis menepikan motornya di pinggir jalan yang
terlihat begitu lengang. Ara pun langsung turun dan bersembunyi di balik pohon
besar yang berada kira-kira sepuluh meter dari tempat Denis berhenti.
“Denis mau nungguin siapa sih di sini?”
Tanya Ara sendiri. Tak berapa lama sebuah sedan hitam berhenti di dekat Denis.
“Nih pesenan loe. Maaf nih
gue gak bisa lama-lama. Banyak pesenan soalnya” ucap orang itu agak menyesal.
“Oke nih. Seperti biasa” ucap Denis
sambil memberi amplop coklat seperti yang waktu itu di berikan Denis
kepada orang yang sama. Sedangkan Ara yang bersembunyi di balik pohon yang
berada tak jauh dari tempat Denis berdiri, cukup mendengar jelas percakapan
antara Denis dengan orang tadi. Sepeninggalnya orang tadi Ara pun memutuskan
untuk menghampiri Denis.
“Ini apa?”
tanya Ara sambil merebut bungkusan itu secara tiba-tiba dari tangan Denis.
“Ara? Kok
kamu bisa di sini?” tanya Denis kaget akan kedatangan Ara.
“Tolong
jelasin ke aku ini apa Denis?” tanya Ara lagi.
“I....
itu.... bukan apa-apa kok Ra” jawab Denis gugup.
“Jangan
bohong, aku denger semuanya tadi. Apa jangan-jangan kamu pake narkoba? Iya?”
bentak Ara. Denis pun hanya diam.
“Jawab
Denis!!!” bentak Ara lagi dengan diiringi air mata yang keluar dari pelupuk
matanya.
“Iya, kamu
benar Ra. Aku pake obat-obatan itu sudah hampir satu tahun belakangan ini.”
jelasnya.
“Apa? Satu
tahun?” kaget Ara setelah mengetahui semuanya. Ia tak menyangka, Denis bisa
menjadi anak nakal seperti ini.
“Ra,
tolong balikin dong. Aku mohon sama kamu.... ” pinta Denis sambil merebut itu
dari tangan Ara. Tetapi, Ara tidak membiarkan barang itu kembali ke tangan
Denis. Ara pun perlahan mundur karena Denis yang terus berusaha mengambil
barang itu yang disembunyikan di balik punggung Ara. Dan....
“BRUUKK!!!” suara tubuh Ara yang terbentur suatu benda
yang keras dan membuatnya terdorong dan terjatuh tak sadarkan diri dengan mulut
dan dahi yang terus mengeluarkan darah segar.
********
“Hai Ra, apa kabar? Maaf ya, aku baru bisa datang kesini
untuk jenguk kamu.... soalnya aku lagi ngejalanin rehabilitas. Oh iya, hari ini
tepat seratus hariannya kamu.... ” hening. Hanya ada suara desiran angin yang
terdengar.
“Maaf ya Ra, aku gak bisa lama-lama. Aku janji,
setelah Ujian Nasional, aku bakal sering-sering kesini temenin kamu ” pamit
Denis sambil menaruh seikat bunga mawar putih di atas sebuah makam bertuliskan
nama ‘Ara Cornelita’ di batu nisannya.
Yap, itu makam Ara. Pada saat kecelakaan itu terjadi, Ara kehilangan banyak
darah dan setelah sempat mengalami koma seharian. Ara meninggal dunia. Tapi
sebelumnya, Ara sempat sadar dan memberi pesan terakhir untuk Denis agar ia
berhenti memakai barang-barang haram itu dan mau menjadi Denis yang dulu yang
selalu berperilaku baik dan menjadi anak yang pintar. Karena Ara trauma dengan
barang-barang haram yang telah merenggut Tomy—kakak Ara yang meninggal karena
over dosis. Dan seminggu yang lalu, keluarga Ara memutuskan untuk pidah keluar
negeri karena harus mengurus perusahaannya yang berada disana.
Denis sempat mencium batu nisan itu sebelum ia meninggalkan makam Ara. Dan
ketika Denis ingin menjalankan motornya, iya seperti melihat sosok Ara dengan
dress putih selutut sedang tersenyum sangat manis ke arahnya dan melambai
anggun. Sepeninggalnya Denis dari area pemakaman itu, sosok tadi kemudian
hilang tersapu oleh desiran angin.