Sunday 5 October 2014

Terlambat Bag. 1


“Jakarta belum tidur.” Kata itu memang cocok digunakan untuk menggambarkan keadaan kota Jakarta pada saat malam hari. Karena keadaa di sini berbanding terbalik dengan ke adaan di pedesaan yang semakin malam akan semakin sunyi. Bagi sebagian orang di Jakarta mungkin menerapkan prinsip pagi-sore untuk bekerja dan sebagian malamnya untuk mereka gunakan untuk bersenang-senang. Seperti halnya malam ini di sebuah tempat hiburan malam yang cukup terkenal di Jakarta terlihat dua orang pemuda yang sedang mengobrol serius di sudut pojok ruangan ini.
“Elo bawa kan pesenan gue?” Tanya salah satu pemuda yang menggunakan seragam SMA.
“Seperti yang elo mau”  jawabnya sambil mengeluarkan bungkusan coklat dari dalam kantong jaket yang ia gunakan dan menaruhnya di atas meja. Bungkusan itupun langsung di ambil oleh pemuda yang berseragam tadi dan di gantikan dengan bungkusan coklat yang lainnya.
“Itu bayaran loe. Ya udah gue cabut duluan. Bye…” ucapnya sambil berlalu pergi meninggalkan orang tadi yang masih menghitung hasil kerjanya.
**********                                                                                             
Sebuah sepeda motor berjalan perlahan memasuki halaman sebuah rumah yang cukup besar dan memarkirkannya di garasi. Orang itupun berjalan masuk ke dalam rumah tanpa permisi dan langsung di sambut hangat oleh seorang wanita paruh baya di ruang tamu.
“Den Denis baru pulang toh. Mau di buatkan apa den?” tanyanya lembut.
“Jus mangganya ya bi, es batunya sekalian di blender aja” jawabnya juga lembut.
“Baik den, tunggu sebentar” pesan bi Inah selaku pembantu rumah tangga di rumah ini. Sedangkan pemuda tadi bernama Denis Ligia atau yang akrab di panggil Denis. Ia adalah putra tunggal dari pasangan Hendri Ligia dan Meriana Putri Ligia yang mempunya rumah ini. Selang beberapa menit, bi Inah pun datang dengan membawakan jus manga pesanan Denis.
“Bi mamah sama papah belum pulang?” tanyanya setelah meneguk sebagian jusnya.
“Tadi ibu pulang terus pergi lagi. Katanya sih mau keluar kota tiga hari. Kalau tuan belum pulang den, mungkin lembur.” Jelasnya.
“huh kebiasaan” umpatnya kesal sambil beranjak menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Tak lama, Denis pun turun dengan membawa sebuah gitar dan berjalan menuju halaman depan. Ia pun duduk di salah satu bangku taman dan mulai memetik gitarnya.
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian…
Yang hidup bahagia berkat suasana
Indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri yang kan hidupku terus bertahan….
Denis menghentikan acara bermain gitarnya saat ia melihat sebuah mobil sedan memasuki pekarangan rumahnya. Dan ia tau itu mobil papahnya. Ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam dan enggan bertemu papahnya.
            Kehidupan Denis memang selalu seperti ini. Kedua orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaannya. Jarang sekali bisa berkumpul di rumah untuk sekedar sarapan bersama. Padahal dulu, keluarga ini hidup bahagia dan selalu mementingkan urusan keluarga. Tapi sejak perusahaan milik tuan Hendri berkembang pesat tiga tahun yang lalu. Keluarga ini menjadi tak mempunyai waktu untuk bersama lagi.
            Hari ini di sekolah Denis sedang diadakan rapat antara guru dengan orang tua murid untuk membahas Ujian Nasional yang sudah tinggal 4 bulan lagi. Yap sekarang Denis sudah kelas 3 SMA di salah satu sekolah yang cukup popular di Jakarta.
“Gue cariin kemana-mana malah adanya di sini” ucap seorang gadis cantik yang tiba-tiba datang menghampiri Denis yang duduk di sudut pojok kantin menikmati makanannya yang hanya di aduk-aduk saja.
“Tumben banget lo nyariin gue” ujar Denis sombong.
“Yee jangan gr deh lo, elo di panggil bu Dewi tuh di ruang guru. Buat masalah apa lagi loe?” tuduhnya sembarangan. “Oh iya kok tadi gue gak liat tante Meri sama om Hendri?” lanjutnya. Nampaknya orang ini cukup mengenal keluarga Denis.
“Udah deh Ra, gak usah banyak Tanya. Mending temenin gue ke bu Dewi” ajak Denis seraya merangkul orang yang di panggilnya ‘Ra’ tadi atau lebih tepatnya Ara Cornelia. Ara itu teman satu kelas Denis. Bahkan sejak kecil mereka selalu satu sekolah yang sama karena rumah mereka bersebelahan dan hubungan keluarga mereka cukup dekat. Mungkin karena itu juga.
“Tapi gue mau makan. Laper tau…” ucap Ara sambil mengerucutkan bibirnya. Tetapi ia tetap mengikuti langkah Denis.
**********
“Soal orang tua saya ya bu?” Tanya Denis menyerobot ucapan bu Dewi—Walikelasnya. “mereka gak ada di rumah bu” lanjutnya.
“Ya sudah, tolong berikan ini kepada orang tua kamu” ucap bu Dewi seolah paham dengan keadaan Denis.
**********


(Penulis: Fitri Sigma)

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2014 Sigma Magazine - Sarana Informasi & Tekonologi Majalah SMA