Sunday 5 October 2014

Terlambat Bag. 2



 “Denis…”
“Enggak masuk bu” ucap Rino—sang ketua kelas saat bu Dewi sedang mengabsen muridnya.
“Kenapa dia?” Tanya bu Dewi ingin tahu.
“Enggak tau bu sudah 3 hari gak masuk tanpa sebab.”
“Ra, Tolong tanyakan kepada orang rumahnya ya” suruh bu Dewi.
“Baik bu” jawab Ara nurut.
            Setelah bel pulang sekolah berbunyi Ara pun langsung bergegas pulang dan langsung ke rumah Denis. Selama ini Ara tidak menyadari kalau Denis tidak masuk sekolah selama tiga hari. Padahal ia satu kelas dengannya.
‘Ting nong….’ Suara bel yang di tekan berbunyi.
“Iya sebentar” ucap seseorang dari dalam rumah. Dan tak lama seorang wanita paruh baya keluar. Ia bi Inah.
“Eh non Ara. Ada apa non?” tanyanya ramah.
“Denis nya ada bi?” Tanya balik Ara.
“Den Denis pamit sama bibi katanya mau nginep di rumah temennya. Tapi den Denis gak bawa apa-apa non” jelas bi Inah.
 “Oh ya udah deh. Makasih bi” pamit ara dan berlalu pergi untuk mencari Denis di rumah teman-temannya.
            Sudah hampir 6 jam Ara berkeliling mencari Denis. Dari mulai menghubungi teman-temannya dan mengunjungi tempat yang di datangi Denis menurut info teman-temannya. Namun hasilnya nihil. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat sebentar di sebuah taman—taman yang sering ia kunjungi bersama Denis semasa SMP dan duduk di salah satu bangku yang tersedia.
            Tak jauh dari tempat Ara duduk. Sebuah motor berhenti dan pengendara itu pun langsung jatuh terkapar di bawah pohon. Menahan sakit, wajahnya terlihat begitu pucat. Untung saja, di taman ini sepi. Hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar taman ini.
            Saat Ara mengeluarkan minuman yang ada di dalam tasnya. Tiba-tiba saja ada dua orang pemuda atau lebih tepatnya dua orang pereman datang menghampirinya. Awalnya Ara bersikap biasa saja. Tapi saat salah seorang pereman itu duduk di sebelahnya. Ara pun menjadi waspada dan memutuskan untuk pergi dari situ.
“Eits….. mau kemana sih neng buru-buru amat?” ucap pereman itu sambil berdiri.
“Iya nih. Udah di sini dulu temenin kita. Iya gak coy?” ucap pereman yang satunya meminta persetujuan. Sedangkan pereman itu hanya mengangguk sambil bersedekap dada.
“Maaf mas, saya mau pulang” ucap Ara sambil berusaha melewati pereman itu. Tapi mereka malah menyuruh Ara untuk duduk kembali.
“Tolong….. tolong….” Teriak Ara yang sudah ketakutan karena kedua pereman tadi berusaha mengapitnya.
‘Bugh…. Bugh…. Bugh…’ Tiba-tiba saja ada seseorang yang mengajar pereman-pereman itu hingga mereka tersungkur di tanah. Ara pun langsung bersembunyi di balik orang yang menolongnya itu.
“Pergi kalian… atau mau gue hajar lagi?” ancamnya. Kedua pereman itu akhirnya pergi setelah mukanya babak belur. Orang yang menolong Ara tadi adalah Denis—orang yang sedang ia cari-cari. Memang tadi saat Denis sedang menahan sakit atau lebih tepatnya sedang sakau. Ia mendengar suara seseorang yang ia kenal berteriak meminta tolong. Akhirnya ia pun mencari sumber suara itu dan mendapati Ara sedang di ganggu oleh dua orang pereman.
“Ra, kamu gak papa kan?” Tanya Denis setelah pereman-pereman itu pergi sambil mengguncang-guncang tubuh Ara yang nampaknya masih ketakutan itu.
“Plaakk!!!” tak di sangka Ara malah menamparnya.
“Ra…..” penggil Denis lirih. Ia tak mengerti kenapa Ara malah menamparnya padahal ia sudah menolongnya tadi.
“Kamu itu kenapa sih tiga hari gak masuk. Handphone kamu gak aktif. Aku tuh khawatir. Dari tadi aku udah muter-muter nyari kamu dan ternyata kamu ada di sini?” ucap Ara lirih karena menahan tangisnya. Tiba-tiba saja Denis mendekapnya erat. Membiarkan Ara mengeluarkan semua emosi terhadap dirinya. Karena Denis tahu, ia sudah membuat Ara khawatir dan hampir membuat Ara celaka.
            Perlahan-lahan isak tangis Ara sudah tidak terdengar lagi. Denis pun mengendorkan pelukannya agar Ara bisa bernafas lega. Ia pun memegang kedua pundak Arad an sedikit menunduk untuk bisa meliat wajah Ara yang sedari tadi melihan kebawah terus.
“Maafin aku ya udah buat kamu khawatir. Ya udah kita pulang yuk? Nanti aku yang di omelin sama mamah kamu” ucap Denis mengajak bercanda.
“Biarin aja, nanti aku aduin kamu sama mamah Risa—mamahnya Ara” ucap Ara sambil menghapus sisa air matanya.
            Sejak kejadian itu hubungan mereka kembali seperti dulu. Pergi dan pulang sekolah mereka selalu bersama. Hampir sebagian hari mereka selalu lakuin bersama. Tetapi ada sebuah rahasia yang Denis sembunyikan dari Ara sampai saat ini.
‘KRIIIINNGGG!!!!’
            Suara bel tanda berakhirnya jam pelajaran telah berbunyi di seluruh ruang sekolah ini. Murid-murid pun langsung berhamburan keluar. Begitu juga dengan Denis yang nampaknya sedang tergesa-gesa, langsung berlari setelah guru yang mengajar di kelasnya keluar. Ara yang menyadari gerak-gerik aneh Denis langsung mengejarnya. Tapi sayangnya setelah Ara sampai  di parkiran, ia melihat Denis sudah berjalan keluar gerbang menggunakan motornya. Ia pun memberhentikan sebuah taxi yang kebetulan lewat di depannya.
            Setelah cukup jauh dari sekolah. Denis menepikan motornya di pinggir jalan yang terlihat begitu lengang. Ara pun langsung turun dan bersembunyi di balik pohon besar yang  berada kira-kira sepuluh meter dari tempat Denis berhenti.
“Denis mau nungguin siapa sih di sini?” Tanya Ara sendiri. Tak berapa lama sebuah sedan hitam berhenti di dekat Denis.
 “Nih pesenan loe. Maaf  nih gue gak bisa lama-lama. Banyak pesenan soalnya” ucap orang itu agak menyesal.
“Oke nih. Seperti biasa” ucap Denis sambil memberi amplop coklat seperti yang waktu itu di berikan Denis kepada orang yang sama. Sedangkan Ara yang bersembunyi di balik pohon yang berada tak jauh dari tempat Denis berdiri, cukup mendengar jelas percakapan antara Denis dengan orang tadi. Sepeninggalnya orang tadi Ara pun memutuskan untuk menghampiri Denis.
“Ini apa?” tanya Ara sambil merebut bungkusan itu secara tiba-tiba dari tangan Denis.
“Ara? Kok kamu bisa di sini?” tanya Denis kaget akan kedatangan Ara.
“Tolong jelasin ke aku ini apa Denis?” tanya Ara lagi.
“I.... itu.... bukan apa-apa kok Ra” jawab Denis gugup.
“Jangan bohong, aku denger semuanya tadi. Apa jangan-jangan kamu pake narkoba? Iya?” bentak Ara. Denis pun hanya diam.
“Jawab Denis!!!” bentak Ara lagi dengan diiringi air mata yang keluar dari pelupuk matanya.
“Iya, kamu benar Ra. Aku pake obat-obatan itu sudah hampir satu tahun belakangan ini.” jelasnya.
“Apa? Satu tahun?” kaget Ara setelah mengetahui semuanya. Ia tak menyangka, Denis bisa menjadi anak nakal seperti ini.
 “Ra, tolong balikin dong. Aku mohon sama kamu.... ” pinta Denis sambil merebut itu dari tangan Ara. Tetapi, Ara tidak membiarkan barang itu kembali ke tangan Denis. Ara pun perlahan mundur karena Denis yang terus berusaha mengambil barang itu yang disembunyikan di balik punggung Ara. Dan....
“BRUUKK!!!” suara tubuh Ara yang terbentur suatu benda yang keras dan membuatnya terdorong dan terjatuh tak sadarkan diri dengan mulut dan dahi yang terus mengeluarkan darah segar.
********
“Hai Ra, apa kabar? Maaf ya, aku baru bisa datang kesini untuk jenguk kamu.... soalnya aku lagi ngejalanin rehabilitas. Oh iya, hari ini tepat seratus hariannya kamu.... ” hening. Hanya ada suara desiran angin yang terdengar.
 “Maaf ya Ra, aku gak bisa lama-lama. Aku janji, setelah Ujian Nasional, aku bakal sering-sering kesini temenin kamu ” pamit Denis sambil menaruh seikat bunga mawar putih di atas sebuah makam bertuliskan nama ‘Ara Cornelita’ di batu nisannya.
            Yap, itu makam Ara. Pada saat kecelakaan itu terjadi, Ara kehilangan banyak darah dan setelah sempat mengalami koma seharian. Ara meninggal dunia. Tapi sebelumnya, Ara sempat sadar dan memberi pesan terakhir untuk Denis agar ia berhenti memakai barang-barang haram itu dan mau menjadi Denis yang dulu yang selalu berperilaku baik dan menjadi anak yang pintar. Karena Ara trauma dengan barang-barang haram yang telah merenggut Tomy—kakak Ara yang meninggal karena over dosis. Dan seminggu yang lalu, keluarga Ara memutuskan untuk pidah keluar negeri karena harus mengurus perusahaannya yang berada disana.
            Denis sempat mencium batu nisan itu sebelum ia meninggalkan makam Ara. Dan ketika Denis ingin menjalankan motornya, iya seperti melihat sosok Ara dengan dress putih selutut sedang tersenyum sangat manis ke arahnya dan melambai anggun. Sepeninggalnya Denis dari area pemakaman itu, sosok tadi kemudian hilang tersapu oleh desiran angin.

(Penulis: Fitri Sigma)

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2014 Sigma Magazine - Sarana Informasi & Tekonologi Majalah SMA